SOSIALISASI ANAK REMAJA
Oleh :
Tuti Sarwita
: 1109200110007
PASCASARJANA
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PROGRAM
STUDI MAGISTER PENDIDIKAN OLAHRAGA
BANDA
ACEH
2012
SOSIALISASI ANAK REMAJA
Proses dari perkembangan motorik
terjadi di setting sosial yang menentukan permainan, game, aktivitas fisik dan
olahraga yang kemudian dipengaruhi oleh setting budaya dari individu itu
sendiri.
Istilah masa remaja susah untuk
digambarkan. Tidak hanya masa perubahan fisik yang cepat, tetapi juga masa sosial
dan transisi psikologis dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja yang
dialami oleh anak negara industri akan lebih panjang dibandingkan dengan anak
negara agraris. Sebagai contoh anak yang tinggal diperkotaan akan mengalami
masa remaja yang panjang dibanding dengan anak yang tinggal di pedesaan. Sebab
tingkat pendidikan anak kota lebih panjang atau lebih lama serta kegiatan yang
dilakukan cukup banyak dan bervariasi, didukung dengan tingkat ekonomi orang
tua dibandingkan dengan anak yang tinggal di pedesaan kegiatan yang dilakukan
sangat terbatas begitu juga dengan tingkat pendidikannya. Anak yang tinggal
dipedesaan sering mengalami putus sekolah, dan banyak yang kawin muda.
Pada
masa remaja, anak suka mengeksplorasi dan bereksperimen yang cukup tinggi yang
mengakibatkan anak suka mencoba hal yang baru, seperti kegiatan yang menantang,
kritis. Hal ini dilakukan untuk mencari jati diri dari anak. Ini merupakan hal yang positif bagi
perkembangan masa remaja karena akan membuat anak menjadi kreatif. Peran orang
tua sangat dibutuhkan untuk memberi pandangan kepada anaknya. Bukan sikap
otoritas yang ditekankan kepada mereka, karena pada masa ini merupakan masa
yang sangat penting untuk kedepannya.
Konsep 18.1 Masa Remaja Yang Ditandai
Dengan Eksplorasi Dan Eksperimen, Proses Perkembangan Dalam Kehidupan.
Proses ini bermanfaat untuk masa
depan. Masa remaja merupakan masa yang banyak ditemukan masalah, seperti
penyalahgunaan obat terlarang (narkoba), kehamilan dan bunuh diri banyak
ditemukan pada zaman ini. Permasalahan ini ditimbulkan dari kegagalan keluarga,
lingkungan tempat tinggal dan lain-lain. Ini merupakan suatu ujian bagaimana
anak menemukan solusi dan peran keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat
membantu anak untuk dapat memilih aneka pilihan dan bertanggung jawab. Proses
ini merupakan transisi anak menuju kedewasaan dan ini juga mempengaruhi proses
pengembangan motorik.
Konsep 18.2 Sosialisasi Termasuk
Modifikasi Perilaku Untuk Menemukan Harapan-Harapan Dari Kelompok.
Sosialisasi budaya adalah suatu
modifikasi dari perilaku seseorang untuk dicocokkan dengan harapan dari seorang
kelompok. Sage (1986) menjelaskan “proses belajar keterampilan termasuk
didalamnya sikap, nilai-nilai dan perilaku yang memungkinkan kita untuk
mengambil suatu bagian dari anggota masyarakat dimana dia berada (tempat
tinggal)”. Proses sosialisasi budaya merupakan suatu proses yang panjang
dimulai dari bayi hingga dewasa.
Struktur sosialisasi tergantung
pada tiga faktor yakni : status, peran dan norma-norma. Status sosial mengacu
pada posisi seseorang dalam masyarakat. Status adalah variabel oleh karena
seseorang benar-benar mempunyai beberapa posisi. Anak remaja mempunyai
tingkatan yang berbeda dalam status yakni, anak perempuan, anak laki-laki, para
siswa dan atlet. Mereka belajar memainkan peranan sosial yang dihubungkan
dengan tingkatan status yang telah terbentuk dengan mapan. Oleh karena itu
peran yang dilakukan menurut dengan “job description” dan saling berinteraksi.
Cara dimana memainkan peranannya perannya sebagai putri, siswa atau atlet
dicerminkan oleh status dan norma-norma yang tertentu tentang perilaku.
Norma-norma yang berlaku dalam masyarakat adalah standart dari perilaku yang
diharapkan dari anggota masyarakat itu sendiri.
Konsep 18.3 Sosial Budaya Tergantung
Pada Interaksi, Peran Dan Norma
Sosialisasi
adalah suatu proses yang aktif dan harus tidak dipandang sebagai semata-mata
internalisasi dari status, peran dan norma-norma. Kita adalah makhluk yang
dinamis, terus berkembang dan selalu berinteraksi dengan individu yang berbeda
dan ini merupakan proses sosialisasi.
Banyak
faktor yang mempengaruhi proses dari sosialisasi yang mencakup orang-orang,
institusi dan aktivitas. Anggota keluarga, teman, dan orang dewasa hal yang
sangat penting dalam memainkan peran dalam pembangunan sosial dari anak remaja.
Dalam penelitian Conger dan Peterson (1984) mengatakan struktur keluarga dapat
mengubah tingkat sosial anak seperti keluarga tradisional maksudnya fungsi ibu
hanya sebagai pengasuh, single parent, kedua orang tua yang mencari nafkah,
keluarga yang banyak, kumpul kebo dan lain-lain. Meskipun demikian U.S Departement of
Commerce, Bureau of the Census (1987), menyatakan dari 98% anak yang dalam
keluarga menemukan 78% anak yang menyesuaikan diri dengan kedua orang tuanya
atau anak yang patuh.
Keluarga
mengisyaratkan agen sosial yang dominan, sepanjang masa anak-anak hingga dewasa
sebagai bentuk rasa tanggung jawab orang tua kepada anak diantaranya untuk
menanamkan rasa memiliki, cinta, kejujuran pada anak dan ini juga mempunyai
pengaruh yang luar biasa dalam mengenalkan aktivitas fisik dan olahraga. Status
ekonomi-sosial dari keluarga mempengaruhi aneka pilihan aktivitas fisik dari
masa anak-anak dan remaja. Greenspan (1983)
menemukan kegiatan renang, ski, senam untuk status ekonomi menengah – keatas
sedangkan kegiatan gulat, baseball, tinju untuk status ekonomi menengah –
kebawah. Greendorfer (1977) dan
Greendofer, Lewko (1978) mengatakan keluarga memainkan peranan penting dalam
menentukan pemilihan cabang olahraga, sikap peduli orang tua, dorongan dan
keikutsertaan merupakan faktor yang penting dalam pemilihan aktivitas tersebut.
Konsep 18.4 Proses Dari Sosialisasi Dipengarui Oleh
Anggota Keluarga, Guru, Pelatih Dan Sahabat.
Greendofer
(1977), mengemukakan domain keluarga berkurang pada masa keluarga disebabkan
oleh pengaruh atau adanya idola dari seorang anak. Selama masa kanak-kanak,
masa remaja dan awal kedewasaan, aktivitas fisik dan olahraga peran sahabat dan
orang lain memegang peran khusus dalam perkembangannya. Dan dalam aktivitas
fisik dan olahraga orang tua dan pelatih harus mengenal pemilihan aktivitas
karena dalam masa ini anak berkeinginan
untuk bersaing dengan teman kelompoknya.
Masa remaja anak sering
mengidolakan seseorang yang dia senangi, misal dalam kegiatan olahraga anak
akan menirukan segala teknik yang dia idolakan. Karena dengan begitu dapat
meningkatkan semangat dalam berlatih, Carnegie Report (1995).
Sekolah merupakan agen sosialis
dalam perkembangan masa remaja melalui Pendidikan Jasmani. Program Pendidikan
Jasmani di sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan keterampilan olahraga
dan aktivitas fisik dalam masa remaja.
Program
pendidikan jasmani mempunyai potensi yang besar untuk menjadi agen sosial yang
penting, namun program pendidikan jasmani tidak mendukung aktivitas fisik &
olahraga untuk masa remaja (Seefeldt, 1987; Vogel, 1986) . Minat dan situasi
belajar kurang mendukung sehingga pendidikan jasmani kurang memberikan peran
yang seharusnya diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan motorik di masa
remaja.
Konsep 18.5 Kegiatan Olahraga dan
Aktivitas Fisik Mempunyai Potensi Yang Besar Untuk Agen Sosialisasi.
Di zaman
sekarang begitu banyak klub-klub olahraga yang berdiri dan beranggotakan
anak-anak remaja, ini merupakan suatu kegiatan yang positif dalam mengembangkan
sosialisasi bagi anak remaja. Selain klub-klub olahraga, wadah perkumpulan
keagamaan juga mempunyai peran yang sama untuk mengembangkan sosialisasi yang
dapat membina karakter moral dan untuk mengembangkan nilai-nilai tanggung
jawab.
Aktivitas anak-anak remaja yang
terlibat dalam sosialisasi budaya merupakan hal yang penting. Permainan, game
dan kegiatan olahraga merupakan proses dari sosialisasi. Greendorfer (1987)
menyatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan sasaran yang obyektif dalam
pembangunan sosial, namun kenyataan yang ditemukan bahwa kegiatan aktivitas
fisik dalam pendidikan jasmani di sekolah tidak mendukung kegiatan tersebut.
Untuk mengoptimalkan
perkembangan masa remaja, harus mempunyai suatu komitmen yang prioritas dari
semua pihak yakni, masyarakat, keluarga, dan sekolah. Carnegie Council (1995)
mengemukakan 5 (lima) agar perkembangan di masa remaja berhasil dengan baik,
yakni :
1)
Melibatkan kembali keluarga, orang tua
selalu aktif dan mengetahui segala kegiatan anaknya. Dimana orang tua selalu
memberi sambutan/masukan terhadap
kegiatan yang dipilih anaknya. Pihak sekolah juga harus membantu dalam menghadapi
masa transisi anak kedalam masa remaja.
2)
Menciptakan suasana dan program
disekolah yang sesuai dengan masa perkembangan anak remaja. Pihak
pemerintah/swasta juga harus membantu program sekolah terutama di sekolah
menengah pertama.
3)
Mengembangkan promosi kesehatan, untuk
memberi pengetahuan bermacam-macam penyakit dan bahaya dari penyakit seperti,
penyalahgunaan obat (narkotika), pembunuhan, penyalahgunaan seksual, kehamilan.
Karena pada anak remaja yang sifatnya suka mencoba hal baru dan sifatnya menantang.
Langkah-langkah yang proaktif ini harus dilakukan pada anak remaja sedini
mungkin.
4)
Memperkuat komunitas masyarakat dengan
remaja dengan memberikannya tanggung jawab, pandang hidup dan menanamkan rasa
hormat.
5)
Mempromosikan melalui media. Dengan
media dapat menyampaikan pesan-pesan positif dan perilaku yang bertanggung
jawab.
Peran aktivitas fisik dalam wujud permainan, game dan olahraga tidak bisa
ditekankan kepada anak secara langsung. Pertumbuhan dan perkembangan gerak
melalui setting sosial yang meliputi aktivitas fisik. Kebutuhan akan
keanggotaan kelompok adalah suatu alasan untuk keikutsertaan didalam permainan
olahraga dan mengidolakan seseorang sebagai panutan
Konsep 18.6 Games dan Permainan
Merupakan Peluang dan Menunjukkan Identitas Kelompok.
Anak remaja akan bangga apabila
dirinya dikenal sebagai anggota kelompok atau klub walaupun terkadang tidak
sedikit anak remaja yang bergabung tidak menyukai aktivitas fisik (seefeldt,
et.al 1992). Coakley (1983) menyatakan bahwa anak remaja akan senang apabila
dirinya dilibatkan dalam suatu kegiatan dan dapat menjalin persahabatan. Survey
yang dilakukan terhadap anak remaja membuktikan bahwa dengan keikutsertaan
dalam kelompok akan menimbulkan kesenangan.
Olahraga menawarkan banyak
kegiatan yang bermanfaat bagi peserta yang ikut serta didalamnya, keseimbangan
antara kesehatan dan kompetisi tetap harus dijaga, anggota harus mengenal
kebutuhan utama pada dirinya.
Konsep 18.7 Hubungan sebab Akibat antara
Prestasi dan Mengagumi Diri Sendiri.
Aktivitas
fisik sebagai bagian dari suatu yang penting dalam kegiatan anak remaja,
sehingga konsep antara prestasi dan mengagumi diri sendiri mana yang harus
diperkuat terlebih dahulu, Weiss (1987). Ini merupakan suatu pernyataan yang
kontroversi antara hubungan prestasi dengan mengagumi diri sendiri, apakah
mengagumi prestasi yang tinggi yang lebih dulu? atau mengagumi diri sendiri?
Untuk menuju kesuksesan.
Dengan mengabaikan apakah
mengagumi diri sendiri atau mengagumi prestasi diri sendiri, aktivitas fisik
suatu peran yang sangat penting yang sebagian besar tidak dapat ditentukan
dalam proses ini. Di dalam kasus manapun, suatu pandangan yang positif stabil
tentang diri adalah suatu aspek yang penting dari proses sosialisasi anak
remaja dan aktivitas fisik memegang peranan artinya self-esteem dan achievement saling berhubungan tetapi sukar di
dokumentasikan karena keduanya mempunyai hubungan timbal balik.
Formasi Sikap
Fungsi
utama dari sosialisasi merupakan transfer dari sikap dan nilai budaya pada wara
negara. Pada dasarnya sikap, perasaan, suka tidak suka tentang sesuatu, sikap
itu merupakan perilaku yang dipelajari. Kenyon (1968) mengemukakan sikap
sebagai suatu latent (tidak muncul) tidak bisa diobservasi tetapi kecendrungan
stabil, arah dan intensitas merupakan suatu objek.
18.8. Sikap
Adalah Suatu Fungsi Yang Utama Dari Sosialisasi Budaya.
Sikap
diperoleh melalui konteks sosial, dan dapat melalui pembelajaran dan melalui
penglihatan. Kellman (1968) sikap dapat melibatkan 3 hal yakni Compliance,
Identifikasi, Internalisasi.
1)
Compliance (pemenuhan) yakni melakukan
sesuatu dengan harapan mendapat sutu tanggapan/pujian dari orang lain. Contoh :
atlet yunior akan melakukan streching/pemanasan sebelum melakukan latihan inti,
pemanasan ini dilakukan karena pelatih sedang melihat atau mengawasi mereka.
2)
Identifikasi yakni mengadopsi sikap atau
perilaku orang lain untuk ia lakukan. Contoh atlet yunior melihat bagaimana
cara pelatih melakukan pemanasan maka ia akan mengadopsi perilaku itu.
3)
Internalisasi yakni memasukkan nilai
orang kedalam dirinya. Contoh pelatih mengatakan bahwa pemanasan itu penting,
maka ia akan menggunakan pemahaman itu seterusnya.
Aktivitas fisik dalam wujud permainan, game dan olahraga dapat membentuk
sikap sportif, sikap dalam suatu kelompok dapat membangun suatu karakter, sikap
sportif dan untuk mengembangkan moral dan integritas dari individu itu.
Olahraga
mempunyai potensi yang besar untuk mengembangkan perilaku moral oleh karena
variasi dari emosi yang tidak dapat diramalkan dalam satu situasi (Coakley,
1990). Olahraga menyediakan suatu pengaturan yang ideal dimana untuk
mengajarkan kualitas dan kejujuran, kesetiaan, pengendalian diri.
Konsep 18.9. Game, Permainan dan
Olahraga Membantu Pertumbuhan dan Perkembangan Moral.
Moral
perilaku adalah yang mempunyai kaitan dengan phisik atau psikologis antara lain
mengenai kebenaran dan tanggung jawab (Weiss dan Bredemeier, 1986). Pertumbuhan
moral akan membantu dalam permainan dan olahraga. Perkembangan moral
berdasarkan teori piaget yang menjelaskan 3 level yang dibagi dalam 6 tahap.
Level I : Preconventional adalah karateristik dari
sebelum masuk sekolah dan pertengahan sekolah dasar usia 0-9 tahun, pada tahap
ini egosentris anak lebih menonjol, menghindar dari hukuman, dan memberontak.
Pada level ini terdapat 2 langkah, tahap 1 philosophynya perasaan selalu baik, tahap
2 menunjukkan sikap yang setuju apabila menurutnya benar.
Level II : Conventional adalah mempunyai suatu
keinginan untuk menyenangkan orang lain, pada level ini terdapat tahap 3 dan 4. Tahap
3 menyesuaikan diri ke norma-norma kelompok, tahap 4. mengenali perilaku
individu yang diatur oleh ketentuan-ketentuan masyarakat. Pada level ini anak
berusia 9 – 16 tahun.
Level III : Postconventional adalah moral sudah
dapat mengukur individu dengan inner-directed dibandingkan dengan
other-directed. Dalam level ini terdapat tahap 5 dan 6. tahap 5 individu sudah
dapat mengenali apa yang menjadi hak atau kebenaran, dan apan yang telah
disepakati oleh masyarakat, mengenal adil dan tidak adil. Tahap 6 sudah
mempunyai prinsip dalam menentukan sikap. Pada level postconventional anak
berusia 16 tahun keatas.
Berikut ini
dapat dilihat dalam bagan Kohlberg’s Stage.
Konsep 18.10 Perilaku moral yang
menciptakan iklim perilaku seseorang.
Pengembangan
moral tidaklah otomatis tetapi memerlukan sosial yang menentukan dimana dilema
moral sering ditemui. Aktivitas fisik, game dan olahraga menawarkan solusi
dimana semua tingkat perilaku moral dapat diamati dan dikembangkan. Kecuali
jika proses berpikir dirangsang dengan perselisihan antara setuju dan tidak
setuju. Jika perselisihan tidak terjadi, tidak mungkin pertumbuhan moral yang
jelek itu akan berlangsung. Sebagi contoh olahraga dan aktivitas fisik dapat
membangun karakter, dimana dikembangkan dengan cara yang sportif. Sikap sportif
bukanlah perkembangan yang otomatis dari keikutsertaan. Namun perkembangan
moral dapat diciptakan dalam suatu iklim dengan cara suasana berlatih dan
disesuaikan dengan kondisi anak remaja.
Ringkasan
1)
Sosialisasi merupakan suatu proses yang
penting sepanjang periode masa remaja, sosialisasi budaya dipengaruhi oleh
status, peran dan perilaku norma-norma masyarakat.
2)
Anak remaja pilihan untuk mengubah
status dan meningkatnya untuk memainkan peran dalam kehidupannya.
3)
Anak remaja merupakan bentuk dari
masyarakat dilingkungannya begitu juga masyarakat merupakan bentuk individu
anak remaja.
4)
Berbagai faktor masyarakat mempengaruhi
proses dari sosialisasi dalam masa remaja.
5)
Orang lain, institusi, dan aktivitas
bertindak sebagai agen sosialisasi utama bagi masa remaja.